Rabu, 30 Oktober 2019

Metode Kodifikasi Hadits-PEI


METODE KODIFIKASI HADITS
Oleh M. Syakur Sf.
Fakultas Agama Islam – Universitas Waahid Hasyim Semarang



A. Pendahuluan

Kekurang-pahaman sebagian orang bahwa orang yang pertama kali menulis hadits adalah ibn Syihab az-Zuhri (w. 123 H.) telah diluruskan oleh para ahli ilmu hadits kontemporer seperti Prof., Dr. Muhammad Ajjaj al-Khathib dan Prof., Dr. Muhammad Mushthafa ‘Azami. Hal tersebut menurut hasil penelitian mutakhir terbukti bahwa tidak kurang dari 52 shahabat Nabi ra. memiliki catatan hadits yang mereka lakukan pada masa nabi. Bahkan al-Khathib menyatakan, bahwa orang yang pertama kali menulis hadits di hadapan Nabi saw.  atas restu Beliau saw. adalah ‘Abd Allâh ibn ‘Amr ibn al-‘Ash (wf. 65. H.) yang tulisannya kemudian dikenal dengan Lampiran Yang Benar (as-Shahifah as-Shâdiqah = الصحيفة الصادقة). Dengan demikian az-Zuhri bukanlah orang yang pertama menulis hadits, tetapi orang yang pertama mengumpulkan tulisan-tulisan hadits.
Bedasarkan paparan singkat tulisan ini disusun berdasarkan masalah pokok, yaitu bagaimana metode yang dipergunakan oleh para pengumpul hadits? Dan bagaimana cara dan ciri dari masing-masing kodifikator hadits
B.  Macam-Macam Metode Kodifikasi HaditsDari mereka muncul beberapa metode tadwin hadits, seperti metode juz dan athraf, metode muwatha`, metode mushannaf, metode musnad, metode jami’, metode mustakhraj, metode mustadrak, metode mu’jam, metode majma’, dan metode zawa`id.

1.    Metode Juz dan Athraf

Meskipun ada karya hadits yang diberi nama khusus oleh penulisnya, seperti as-Shahifah as-Shâdiqah (الصحيفة الصادقة) oleh ‘Abdullah ibn ‘Amr ibn al-‘Ash (wf. 65 H.) dan as-Shahifah as-Shahihah (الصحيفة الصحيحة) oleh Hammam ibn Munabbih (wf. 131 H.), akan tetapi keberadaannya tidak mendominasi dalam sejarah tadwin hadits ketika itu.
Adapun Athrâf (أطراف) adalah kata dalam bentuk jamak dari kata tharf (طرْف) yang berarti ujung-ujung atau pangkal-pangkal. Secara istilah, metode athraf adalah cara membukukan hadits dengan ciri hanya menyebutkan pangkal atau ujung matan hadits sebagai petunjuk bagi matan keseluruhannya.
- كلكم راع
- إنما الأعمال بالنيات 
 

2.    Metode Muwatha`

Sebagai istilah dalam ilmu hadits muwatha` adalah metode pembukuan hadits yang didasarkan pada topik hukum Islam (abwab fiqhiyyah = أبواب فقهية) dan mencantumkan hadits-hadits marfu’, mawquf, dan maqthu.

3.    Metode Mushannaf

 Mushannaf adalah metode pembukuan hadits berdasarkan topik hukum Islam dan mencantumkan hadits-hadits marfu’, mawquf, dan maqthu. Metode mushannaf sama dengan muwatha`.

4.    Metode Musnad

Kitab hadits yang disusun dengan metode ini biasanya diberi nama Musnad atau al-Musnad. Kitab hadits dengan metode ini tidak kurang dari 100 buah.

 

5.    Metode Sunan

Dalam perspektif ilmu hadits, sunan adalah metode pengumpulan atau pembukuan hadits berdasarkan klasifikasi hukum Islam atau bab-bab fiqhiah (abwab fiqhiyyah = أبواب فقهية), dengan hanya mencantumkan hadits-hadits yang bersumber dari Nabi saw. (hadits marfu). 

6.    Metode Jami’

  Dari segi istilah, jami’ adalah kitab hadits yang ditulis dengan metode penyusunannya mencakup seluruh topik dalam agama. Kitab hadits dengan metode ini bersifat menyeluruh, komprehensif.
 

7.    Metode Mustakhraj

Secara istilah mustakhraj adalah pembukuan hadits dengan cara menulis kembali hadits-hadits yang terdapat dalam kitab lain, kemudian mencantumkan sanad dari dia sendiri, bukan sanad yang terdapat dalam kitab yang diikuti.
 

8.    Metode Mustadrak

Mustadrak (مستدرك) berarti metode susulan, yakni menyusun kitab hadits dengan cara menyusulkan hadits-hadits yang tidak tercantum dalam kitab hadits lainnya dengan mengikuti syarat periwayatan yang dipakai dalam kitab sebelumnya. 

9.    Metode Mu’jam

Metode mu’jam (معجم) adalah cara penulisan hadits berdasarkan nama para shahabat, guru-guru hadits, negeri atau lainnya. 

10.     Metode Majma’

Kitab-kitab yang berhasil disusun dengan metode-metode di atas pada masa itu umumnya disebut dengan Kitab-Kitab Induk (al-Kutub al-Ummahât = الكتب الأمهات) dengan kelebihan mempunyai sanad yang sampai pada nabi. Para ahli dengan dalih keunggulan tersebut menilai secara ilmiah kitab-kitab induk itulah yang dapat dijadikan referensi yang standar.

11.     Metode Zawa`id

Dalam disiplin ilmu hadits zawâid adalah metode penulisan hadits dengan cara mengumpulkan hadits-hadits yang telah ditulis oleh pendahulunya secara pribadi tetapi tidak ditulis oleh penulis-penulis lain, hingga menjadi bahan kajian khusus bagi seorang peneliti hadits.

 

Selanjutnya dapat dibaca dalam jurnal PEI tentang Metode Kodifikasi Hadits ini.  

Demikian dan semoga bermanfa'at.


DAFTAR PUSTAKA


 ‘Azami, Muhammad Mushthafa,  Dirasat fi al-Hadits an-Nabawi wa Tarikh Tadwinih, juz I, Beirut: al-Maktab al-Islami, 1980.
Abu Dawud, Sunan, t. kota: Dar Ihya` as-Sunnah an-Nabawiyyah, t.th.
Al-Hakim, al-Mustadrak ‘ala as-Shahihain, Beirut: Maktabah al-Nashr al-Haditsah, t.th.
al-Khathib, Muhammad ‘Ajjaj, Prof. Dr., al-Sunnah Qabla  al-Tadwin, Cairo: Maktabah Wahbah, 1963.
---------------------------------------- , Ushul al-hadits wa Mushthalahuhu, Beirut: Dar al-Fikr, 1973.
an-Nasa`i, Sunan, Kairo: Mushthafa al-Babi al-Halabi, 1383 H.
Malik, al-Imam, Muwatha`, (koreksi M. Fu`ad), Kairo: Isa al-Babi al-Halabi, 1370 H.
Syakur, M., 'Ulum al--Hadits, Kudus: MASEIFA Jendela Ilmu, 2009.
Thahhan, Mahmud, Dr., Ushul at-Takhrij wa Dirasah al-Asanid, Beirut: Dar al-Qur`ân al-Karim, 1979.
Wensinck, A. J., al-Mu’jam al-Mfahras li Alfadh al-Hadits an-Nabawi, Beirut: t. penerbit (berasal dari Lieden: t. penerbit), 1936.
--------------------, Miftah Kunuz al-Sunnah, Leiden: t. penerbit, 1927 M. (Disebarkan oleh M. Fu`ad di Kairo, 1353 H.).